Pada suatu kali teman mengirimi email dengan mengutip judul sebuah pemberitaan “ Batas Niat Baik Dengan Komoditas Politik”. Judul berita tersebut pula diambil dari sebuah surat kabar yang lumayan popular, besar, termasuk papan atas jika memang ada pers papan bawah begitulah kira-kira.
Kecenderungan seperti tersebut bukanlah hal yang langka di negeri ini.Tidak hanya sebatas pers, namun sudah merambah pejabat hingga penjahat, mulai dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi, juru dakwah hingga terdakwa.
Perhatikan saja beberapa istilah yang sudah tidak asing dalam pembicaraan maupun pemberitaan seperti; hukum, politik, demokrasi, liberal, sekuler, kredibel, kapabel hingga ketapel. Demikian juga istilah lain seperti agama, Islam, Kristen, nasrani, jihad, Yahudi, zionis, teror, pluralisme, syariat, dakwah, amar makruf nahi munkar dan berjibun istilah lain yang sering menjadi bahan perdebatan bahkan tak jarang menjadi penyulut kebencian dan kemarahan terhadap satu kelompok tertentu.
Sangat lucu dan terkadang bukan hanya sekadar kelucuan tetapi sudah mendekati kemaluan.
Mereka berdebat kusir tak obahnya pesilat lidah dalam rimba silat lidah, ngalor ngidul tak jelas arahnya.Mereka masing-masing punya pengertian sendiri yang berbeda terhadap satu istilah.Maka tak heran jika sebuah pemberitaan (pers) terkenal mempertentangkan niat baik dipertentangkan dengan politik?! Politik kok dibatasi dengan niat baik?
Niat baik itu sinonimnya/padanannya bukan politik.
Lucu deh….eh malu ach.......
Tapi itu adalah fakta.Terjadi pula pada mereka yang mengaku elit, papan atas, hight class, bahkan doktor hingga profesor dan berbagai nama atau pangkat serta embel-embel yang mereka bangga-baggakan.
Jika hendak mempertanyakan batasan niat baik, maka harusnya tanyakanlah batas niat baik dengan niat buruk/jelek.
Dan barangkali jawabnya mungkin ada “pada perbuatan, realisasi, kenyataannya”, pelaksanaannya. Ibarat pohon terlihat dan ketahuan dari buahnya.
Politik itu bukanlah niat buruk, bukan pula niat jahat.Pada hakekatnya, politik itu adalah suatu cara untuk sampai kesuatu tujuan.Ini setidak-tidaknya menurut pemahaman aku. Dan jika mau tau tentang arti istilah politik silahkan buka kamus atau literature tentang politik, ataupun kamus.Yang jelas niat baik bukanlah padanan istilah politik.
Niat baik seseorang dapat diwujudkan dengan politik, begitupun akan suatu niat jahat. Kedua-duanya pula dapat menjadi komoditas politik.
Inti dan tujuan catatan ini adalah agar kita tidak terpedaya, benci, suka, tidak suka dan terjebak pada debat kusir sementara kita belum mengerti atau bahkan belum tau arti "istilah" atau sesuatu itu, belum pula mempunyai pengertian yang sama tentang apa yang akan diperdebatkan.
Janganlah benci, pula jangan rindu. Jangan pula terpengaruh, terpedaya dengan suatu keadaan sebelum mengerti makna dan hakekat keadaan itu.Setida-tidaknya ketahuilah dahulu arti dari “keadaan” itu sebelum menentukan sikap.Dan setidak-tidaknya ini perlu bagi mereka yang disebut pemimpin.
Jika tidak demikian, maka ketidak mengertian dan ketidaktahuan itu akan dimanfaatkan oleh pihak tertentu mengombang-ambingkan, bahkan tak jarang dimanfaatkan pada suatu keadaan yang sangat bertentangan dengan arti sebenarnya istilah itu. Dan bagi pemimpin, maka yang dipimpin akan menjadi sesaat.Naudzubillah
Ambil saja contoh istilah ; ‘dakwah”, dan “amar makruf nahi munkar”.A.Mustofa Bisri dalam Mata Air, bulletin Jum’at, edisi 13 Maret 2006 antara lain menjelaskan :
Dakwah, seperti banyak halnya lafal yang berasal dari bahasa Arab, ketika masuk dalam perbendaharaan bahasa kita, mengalami pergeseran-pergeseran makna yang pada glrannya juga berpengaruh pada prilaku.Dakwah biasanya diartikan dengan seruan dan propaganda.
Dalam bahasa aslinya semula, dakwah mempunyai makna mengajak, memanggil, mengundang, meminta, memohon….Pendek kata makna-makna yang mengandung nuansa “halus” dan “santun” .
Sebagai istilah, dakwah yang kemudian dianggap sudah jelas maknanya ini, wallahu a’lam bishshawab, tentunya bermula dari firman Allah seperti dalam Q.16:125,”Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mau’idzah hasanah dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik…….”
Perhatikanlah; dalam ayat itu perintah ‘Ud’u, Ajaklah tidak disertai maf’ul bih atau objeknya seperti lazimnya fiil muta’addie.
Amar makruf, berbeda dengan dakwah, bukan sekedar ajakan, tapi perintah; sebagaimana nahi adalah larangan, bukan sekedar himbauan.Amar makruf nahi munkar adalah cirri komunitas kaum beriman (Baca misalnya Q.3:110;9:71 dlsb).
Sebagai ciri, ia sebanding dengan rahmatan lill ‘aalamien. Artinya-paling tidak menurut pemahaman saya-amar makruf nahi munkar itu tidak lain merupakan manisfestasi atau pengejawentahan dari kasih sayang.Mengasihi dan menyayangi maka meng-amar-makruf-nahi-munkar, ibarat dokter yang mengobati pasiennya karena ingin menyembuhkan. Dokter yang baik akan berusaha mengenali pasiennya. Jika harus memberi obat, sedapat mungkin mencarikan obat yang sesuai dengan pasiennya.Bila si pasien tidak mau disuntik, sang dokter akan memberika obat, bila obat itu pahit dipilihkan obat yang terbungkus kapsul, agar si pasien tidak merasakan pahitnya. Kalaupun terpaksa harus melakukan operasi, dokter tidak begitu saja membedah pasiennya, namun bermusyawarah dulu dengan keluarga si pasien. Karena dokter mengobati pasien, sebagaimana mukmin yang mengamar-makruf-nahi-munkari saudaranya, didasarkan kepada kasih sayang kemanusiaan bukan berdasarkan kebencian.
Mereka yang beramar-makruf nahi (‘anil) munkar oleh dan penuh kebencian, sebagaimana mereka yang berdakwah secara kasar dan provokatif, kiranya perlu meneliti dirinya lagi. Apakah mereka itu melakukan itu atas dorongan gairah keagamaan ataukah atas dasar dorongan nafsu dan kepentingan lain. Atau mereka perlu lebih memperdalam pemahaman terhadap agama mereka, ajaran-ajaran dan istilah-istilahnya. Jika tidak, disangkanya mendapatkan ridha Allah, alih-alih malah mendapatkan murkaNya.Nau’udzu billah.
Sekali lagi, jangan terpengaruh, terjerat, terpedaya dengan suatu istilah, jargon, “keadaan” sebelum mengerti dan memahami makna dan hakekat keadaan itu, setidak-tidaknya ketahuilah dahulu arti istilah, jargon ataupun "keadaan" itu sebelum terpengaruh ataupun mengikutinya atau sebelum mengambil sikap.
Jangan keburu benci, rindu, senang, sebelum mengerti makna dan hakekatnya setidak-tidaknya sebelum mengenalnya.Waspadalah.........kata bang napi.
Semoga kita menjadi golongan yang mendapat petunjuk dari-Nya.Insya Allah Rayalah Indonesia