RAYA INDONESIA

Monday, May 14, 2007

Pahami Dulu Apa Yang Harus Dilakukan

Jum'at, 11 Mei 2007
EDITORIAL
Visi Masa Lalu dan Tragedi Bangsa

SUDAH dua setengah tahun Indonesia hidup bersama dengan pemerintahan yang paling absah menyebut diri anak kandung reformasi. Duet pemimpinnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Mohamad Jusuf Kalla, dipilih langsung oleh rakyat. Sistem yang baru pertama dianut dalam sejarah Indonesia merdeka.
Reformasi lahir karena tuntutan perubahan yang luar biasa dahsyat. Perubahan sangat didambakan karena bangsa telah berada dalam tragedi mengerikan. Tragedi kehancuran martabat.
Namun, pemerintahan yang lahir dari kesadaran tentang tragedi yang dahsyat itu hadir dan beraksi seolah-olah bangsa ini dalam keadaan normal-normal saja. Itulah sesungguhnya yang melahirkan tragedi baru.
Menyambut dua setengah tahun pemerintahan SBY-JK, kita disuguhkan sebuah pikiran ke masa depan mengenai Indonesia 2030. Sebuah visi masa depan yang sangat optimistis dengan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kekuatan ekonomi pada posisi nomor lima di dunia. Mimpi memang tidak memerlukan rasionalitas. Tetapi sebuah visi masa depan bangsa tidak boleh mengabaikan realitas hari ini.
Apakah realitas hari ini yang sangat terasa dalam kehidupan kita sebagai warga bangsa? Sejujurnya harus dikatakan adalah realitas kehidupan yang semakin sulit dihadapi mayoritas anak negeri.
Harga beras yang cenderung naik, nilai uang yang secara riil terus merosot kendati inflasi dikatakan stabil dan terkendali, kesempatan bisnis yang hilang, investasi dan investor yang takut, birokrasi yang cuek dan juga takut, kemiskinan dan pengangguran yang melonjak, dan banyak lagi realitas memilukan lainnya.
Penyumbang terbesar pada situasi stagnasi dewasa ini adalah pemerintah yang tidak mampu menghidupkan mesin dinamika bangsa. Birokrasi kehilangan orientasi bahkan disorganisasi. Partisipasi publik hilang sehingga pemerintah seperti menari di atas panggung yang ditonton dan dinikmati sendiri.
Stagnasi itu tidak semata disebabkan disorientasi terhadap situasi riil hari ini dan tidak melulu karena pemerintah tidak punya visi masa depan sehingga perlu melahirkan cetak biru tentang Indonesia 2030. Kontribusi yang tidak kalah hebatnya dari tragedi bangsa hari ini adalah pemerintah yang tidak memiliki visi tentang masa lalu.
Seorang Nelson Mandela, yang menghabiskan seluruh usia produktifnya di penjara karena membela harkat dan martabat kaumnya yang berkulit hitam, adalah contoh tentang pemimpin yang mengerti betul apa artinya visi masa lalu. Setelah menjadi presiden, ia memimpin sendiri rekonsiliasi nasional dengan perintah melupakan masa lalu.
Itu karena bangsa yang pernah tenggelam dalam tragedi dan krisis hanya akan menciptakan tragedi dan krisis baru sekarang dan ke depan bila masa lalu tidak dilupakan. Apalagi bila masa lalu dijadikan titik tolak utama mengelola pemerintahan.
Itulah kerisauan besar kita saat ini. Pemerintah, terutama dalam pemberantasan korupsi, nyaris 100% mencari-cari kesalahan masa lalu. Modus itu mulai dinikmati dan dijadikan jimat politik yang menebar ketakutan meluas.
Itulah jawaban terhadap stagnasi dinamika bangsa sekarang ini. Karena harus disadari bahwa pemegang kunci mesin dinamika bangsa masih sebagian besar berada di tangan orang-orang masa lalu. Baik yang sekarang dicaci maupun yang sekarang sedang manggung.
Dan, jangan lupa, kejahatan masa lalu tidak saja korupsi, tetapi juga pelanggaran HAM dan segala bentuk kekerasan serta penindasan yang kalau dicari-cari pasti melibatkan banyak orang. Termasuk mereka-mereka yang saat ini sedang berada di panggung kekuasaan.
Pemerintahan yang memberi contoh tentang pembalasan dendam terhadap masa lalu hanya akan melahirkan tragedi bangsa ini ke depan. Setiap pemerintahan yang tampil di Republik ini akan menjadi kekuatan yang menyiksa masa lalu. Kita akan menyaksikan bagaimana seorang presiden akan segera menjadi terdakwa tidak lama setelah turun takhta.
Inilah tragedi yang mulai membayangi bangsa ke depan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah kehilangan momentum untuk membangun masa depan bangsa dengan visi yang berani tentang masa lalu. Yaitu to forgive and forget. Melupakan dan memaafkan.
Cetak Berita Email Berita




Tanggapan/Komentar atas Editorial Media Indonesia Online tersebut diatas.


Pahami Dahulu Apa Yang Harus Dilakukan.

Sepertinya saya tidak tahu visi masa kapan to forgive and forget itu.Terlebih-lebih apa yang dimaksud dengan visi itu.

Melupakan ? Dan Memaafkan ?

Sepertinya sebelum memberi dan sebelum melupakan ada baiknya lebih dahulu mengetahui atau memahami apa yang akan diberi dan apa yang harus dimaafkan.

Jika tidak demikian sepertinya selain mengurangi makna “melupakan” dan “memafkan” itu dikhawatirkan hal itu akan menimbulkan suatu keadaan yang barangkali apa yang disebut “latah”. Tidak mengerti apa yang dilakukan.

Untuk itu yang lebih perlu dipahami adalah apa yang harus dilupakan dan apa pula yang harus dimaafkan. Jika tidak, alih-alih jadi lupa diri.Yang melupakan dan yang dilupakan sama-sama lupa diri begitupun yang dimaafkan dan yang memaafkan.

Disatu sisi yang memaafkan merasa baik hati sedangkan di lain sisi yang dimaafkan merasa tidak bersalah. Keadaan ini sangat tidak baik pula tidak benar.

Barangkali ada hubungannya dengan yang pernah dikemukakan oleh salah seorang pejuang dan pendiri negara ini “jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”.

Kita harus tahu dan ingat sejarah.Dengan belajar sejarah (masa lalu) kita ketahui siapa, bagaimana, dan hendak kemana serta apa tujuan negara bangsa ini didirikan.

Bagaimana jadinya negara bangsa ini jika kita melupakan dan meninggalkan sejarah???


Dengan sejarah (masa lalu) kita ketahui untuk apa negara ini didirikan. Dengan sejarah kita mengetahui apa tujuan


Wahai saudaraku sebangsa dans setanah air.Tiadalah maksud untuk mengajak balas dendam terhadap siapapun.Sebab balas dendam itu sepertinya tidak baik pula tidak benar.

Memaafkan adalah perbuatan yang sangat luhur dan mulia.Dalam Al Kitab dan Al Qur’an pun manusia diperintahkan untuk memaafkan.Namun manusia juga diperintahkan untuk membaca, berfikir, dan berikhtiar.Pahamilah jangan takliq (melakukan tanpa memahami).Jadilah bijaksana.

Aku hanya mengajak agar kita semua mengetahui dan memahami terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu. Janganlah bangsa ini terbius dengan dengan pameo “jangan kembali kemasa lalu”, “jangan mundur”, kapan bangsa ini maju?

Lupakan kegetiran, kepahitan dengan tidak mengulangi perbuatan yang menyebakan kepahitan dan kegetiran itu terhadi. Bekerjalah lebih giat agar kegetiran dan kepahitan tidak terulang.Jangan membuat kepahitan dan kegetiran kepada orang lain karena anda juga mengalaminya pada masa lalu.

Maafkan apabila orang sudah sungguh-sungguh menyadari kesalahannya dan bertekad dengan sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan sejenis di hari kemudian.Yang merasa bersalah harus benar-benar menyadari kesalahannya dan sungguh-sungguh mohon maaf dengan segala kosekuensinya.

Jika yang merasa bersalah telah menyadari kesalahannya dan mohon maaf dengan pengertian yang sebenar-benarnya, bukan sekedar kata maaf.Maka tentulah keadaan demikian itu patut untuk dimaafkan.


Untuk itu, sebelum melupakan dan memaafkan.Sadari, pahami dulu apa yang harus dimaafkan dan dilupakan. Karena sepertinya harusnya demikian.

Jika tidak alih-alih bangsa ini akan lupa diri dan menjadi korban budaya massive.Yakni penjajahan ultra modern.

Semoga bangsa ini memahami apa yang harus dilakukan.

Insya Allah.Sepertinya saya tidak tahu visi masa kapan to forgive and forget itu.Terlebih-lebih apa yang dimaksud dengan visi itu.

Melupakan ? Dan Memaafkan ?

Sepertinya sebelum memberi dan sebelum melupakan ada baiknya lebih dahulu mengetahui atau memahami apa yang akan diberi dan apa yang harus dimaafkan.

Jika tidak demikian sepertinya selain mengurangi makna “melupakan” dan “memafkan” itu dikhawatirkan hal itu akan menimbulkan suatu keadaan yang barangkali apa yang disebut “latah”. Tidak mengerti apa yang dilakukan.

Untuk itu yang lebih perlu dipahami adalah apa yang harus dilupakan dan apa pula yang harus dimaafkan. Jika tidak, alih-alih jadi lupa diri.Yang melupakan dan yang dilupakan sama-sama lupa diri begitupun yang dimaafkan dan yang memaafkan.

Disatu sisi yang memaafkan merasa baik hati sedangkan di lain sisi yang dimaafkan merasa tidak bersalah. Keadaan ini sangat tidak baik pula tidak benar.

Barangkali ada hubungannya dengan yang pernah dikemukakan oleh salah seorang pejuang dan pendiri negara ini “jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”.

Kita harus tahu dan ingat sejarah.Dengan belajar sejarah (masa lalu) kita ketahui siapa, bagaimana, dan hendak kemana serta apa tujuan negara bangsa ini didirikan.

Bagaimana jadinya negara bangsa ini jika kita melupakan dan meninggalkan sejarah???


Dengan sejarah (masa lalu) kita ketahui untuk apa negara ini didirikan. Dengan sejarah kita mengetahui apa tujuan


Wahai saudaraku sebangsa dans setanah air.Tiadalah maksud untuk mengajak balas dendam terhadap siapapun.Sebab balas dendam itu sepertinya tidak baik pula tidak benar.

Memaafkan adalah perbuatan yang sangat luhur dan mulia.Dalam Al Kitab dan Al Qur’an pun manusia diperintahkan untuk memaafkan.Namun manusia juga diperintahkan untuk membaca, berfikir, dan berikhtiar.Pahamilah jangan takliq (melakukan tanpa memahami).Jadilah bijaksana.

Aku hanya mengajak agar kita semua mengetahui dan memahami terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu. Janganlah bangsa ini terbius dengan dengan pameo “jangan kembali kemasa lalu”, “jangan mundur”, kapan bangsa ini maju?

Lupakan kegetiran, kepahitan dengan tidak mengulangi perbuatan yang menyebakan kepahitan dan kegetiran itu terhadi. Bekerjalah lebih giat agar kegetiran dan kepahitan tidak terulang.Jangan membuat kepahitan dan kegetiran kepada orang lain karena anda juga mengalaminya pada masa lalu.

Maafkan apabila orang sudah sungguh-sungguh menyadari kesalahannya dan bertekad dengan sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan sejenis di hari kemudian.Yang merasa bersalah harus benar-benar menyadari kesalahannya dan sungguh-sungguh mohon maaf dengan segala kosekuensinya.

Jika yang merasa bersalah telah menyadari kesalahannya dan mohon maaf dengan pengertian yang sebenar-benarnya, bukan sekedar kata maaf.Maka tentulah keadaan demikian itu patut untuk dimaafkan.


Untuk itu, sebelum melupakan dan memaafkan.Sadari, pahami dulu apa yang harus dimaafkan dan dilupakan. Karena sepertinya harusnya demikian.

Jika tidak alih-alih bangsa ini akan lupa diri dan menjadi korban budaya massive.Yakni penjajahan ultra modern.

Semoga bangsa ini memahami apa yang harus dilakukan.

Insya Allah.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home