AMANDEMEN YANG SESAAT
Pada beberapa kesempatan, baik secara lisan maupun tertulis saya sudah sampaikan.Hentikan amandemen UUD 1945. Karena jika diteruskan maka itu lebih layak amandemen yang sesat.
Amandemen UUD 1945 secara akademis layak disebut antara lain sebagai akibat ketidak mengertian terhadap UUD 1945 dan secara politis sebagai perlindungan terhadap mantan-mantan penguasa baca;pejabat serta menambah pos demi kepentingan pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan posisi tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Demikianpun tentang pembentukan Mahkamah Konstitusi yang kewenangannya tidak jauh beda pada saat Aliansi kampus mengadakan seminar dan worshop.pada saat itu moderatornya Bambang Wijoyanto didampingi oleh Prof.Dr.Solly Lubis, SH.(guru besar hukum tata negara dari USU) waktu itu saya sampaikan. Jika MK dibentuk, maka kewenangannya bukan menguji UU terhadap UUD melainkan yang lebih penting adalah menguji segala tindakan penyelenggaraan kekuasaan eksekutif ( negara khususnya Presiden) pada tingkakat pertama dan terakhir. Apakah tindakan presiden melanggar UUD atau GBHN.
Intinya, Mahkamah Konstiusi mempunyai tugas dan wewenang pokok; Untuk menentukan berjalan atau tidaknya apa yang disebut "negara berdasar atas hukum' (rethsstaat).
Putusan Mahkamah Konstitusi ini akan menjadi landasan hukum bagi MPR, untuk memberhentikan presiden sebelum masa jabatan berakhir.Jika MK dibentuk dengan wewenang dan kekuasaan seperti saat ini maka keadaan itu tak lebih hanya menambah masalah dan lebih layak disebut menambah lapangan kerja. Demikian kira-kira antara lain saya sampaikan. Dan pada saat itu, ketika Bambang Wijayanto meminta pendapat Prof.Solly Lubis, SH. atas masukan saya, beliapun mengiyakan.Sebenarnya apa yang disampaikan SImbolon itulah yang dibutuhkan dan perlu diadakan. Tapi pada kenyataannya wewenang MK yang berdiri saat ini tidak jauh beda dengan yang diusulkan pada workshop tersebut.
Lambat tapi pasti, sepertinya mulai terbukti, bahwa amandemen UUD 1945 layak disebut amandemen yang sesat.
Putusan MK malah semakin banyak menimbulkan masalah.lagi-lagi objek yang diperiksa terkesan hanya atas kepentingan sekelompok tertentu, bukan kepentingan bangsa dan negara.Jika tidak boleh menyebutnya' tidak memberi manfaat bagi rakyat dalam rangka kesejahteraan rakyat dalam konteks negara berdasar atas hukum "wellfarestate dan rechtsstaat"
Pasca Amandemen sudah teramat banyak timbul masalah, sementara masalah yang lama belum ada solusi.
Mahkamah Agung berseteru dengan Komisi Judicial, baca putusan MK tentang wewenang Komisi Judicial.Komisi Pemberantasan Korupsi juga tak jauh beda nasibnya.DPR berseteru dengan DPD ;baca Detik.com edisi Selasa, 26 Desember 2006. Dan entah apalagi........
Untuk itu sepertinya kesadaran rakyat diperlukan untuk kembali ke UUD 1945 tanpa amandemen.
lebih layak disebut amandemen yang sesat.Lambat tapi pasti, sepertinya demikian
0 Comments:
Post a Comment
<< Home