RAYA INDONESIA

Monday, June 18, 2007

Bukan Demokrasi Indonesia, Melainkan Republik Indonesia


Ini Republik Indonesia, bukan demokrasi Indonesia !!!.

Di lndonesia sepertinya istilah Republik kalah populer jika dibandingkan dengan dengan demokrasi.

Padahal secara resmi dalam sistem ketatanagaraan yakni dalam Dasar dan ldeologi maupun hukum dasar negara, terminologi demokrasi itu tidak ditemukan.

Lantas atas dasar apa demokrasi didengung-dengungkan kan?

Dari mana dan apa pula tujuan mendengung-dengungkan demokratisasi itu?
Selain itu yang tak kalah pentingnya, apa yang dimaksud dengan demokrasi yang didengung-dengungkan itu?

Secara resmi dalam dasar dan ideology negara RI yang ditemukan adalah kerakyatan.Yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawartan/perwakilan. Hal ini terdapat dalam Pancasila yakni sila ke empat.

Namun pada kenyataan dalam rangka penyelenggaraan negara oleh berbagai pejabat pada institusi-institusi baik eksekutif, maupun perwakilan mereka sering menghubungkan tindakan atau programnya dengan demokrasi.

Terkadang mereka berkata, “inilah demokrasi”. Ini demokratis, ini demokratisasi.Telah diputuskan secara demokratis.Telah ditentukan secara demokratis, dan lain-lain perkataan yang dihubungkan dengan demokrasi. Namun sepertinya tak pernah dijelaskan apa yang dimaksud dengan demokrasi itu sendiri.

Tanpa penjelasan kemudian demokrasi pun sering dihubung-hubungkan dengan sistem pemerintahan dan bentuk pemerintahan. Terkadang mereka berkata “Inilah pemerintahan yang demokratis.” Yah beginilah menurut system pemerintahan demokrasi.”
Pejabat-pejabat negara sering menghubungkan demokrasi sebagai alas tindakannya.Misalnya dalam mengambil suatu keputusan apabila ditentukan dengan suara terbanyak, maka itu disebut sebagai demokrasi.

Padahal dalam UUD 1945 disebutkan bentuk pemerintahan negara adalah Republik dan system pemerintahan negara adalah berdasar atas hukum (rechtsstaat, bukan atas kekuasaan belaka (machtsstaat).

Sehingga abila dihubungkan antara bentuk pemerintahan dengan system pemerintahan maka pemerintahan RI adalah Republik konstitusional (republic berdasar atas hukum dasar)
Mengapa demokrasi lebih populer dibanding dengan republik?

Demokrasi sesungguhnya mempunyai kecenderungan menjadi machtsstaat. Dalam situasi dan kondisi tertentu antara demokrasi dengan machtsstaat sulit dibedakan. Suara terbanyak dalam mengambil keputusan mendominasi pengertian demokrasi. Inilah salah satu akar masalahnya.
Sehingga dengan demikian demokarasi cenderung bermuka ganda. Tergantung kepada mereka yang menyebut dan menganggap demokrasi itu.Apabila jumlah suara yang lebih banyak itu baik dan benar maka demokrasi akan menjadi baik. Apabila suara yang lebih banyak itu tidak baik/salah maka akan disebut demokrasi yang jahat/buruk.

Celakanya,,keduanya dapat menyebut diri sebagai demokrasi.Demokrasi yang jahat juga menyebut dirinya "demokrasi". Sehingga orang banyak yang tidak menyadari bahwa "demokrasi" yang diusung oleh golongan "orang" tertentu itu adalah "demokrasi yang jahat/buruk". Rakyat terpedaya dengan kedaulatan rakyat yang ada dalam demokrasi.
Padahal sesungguhnya keadaan diatas seharusnya tidak terjadi karena demokrasi itu bukanlah pemungutan suara semata.

Oleh karena itu, harusnyalah mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan demokrasi itu.Janganlah menjadi latah.Merasa mengerti padahal jauh dari sebuah pengertian tentang demokrasi.

Demokrasi itu berasal dari bahasa Junanii yang terdiri dari dua kata yakni demos dan cratos. Sesungguhnya hal ini sudah diketahui sejak dibangku SMA atau tingkat persiapan di Universitas. Pemerintah dan rakyat.Pemerintah yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemerintah itu berasal dari rakyat yang ditentukan oleh rakyat dan tentulah tujuannya untuk kemakmuran atau kesejahteraan rakyat.

Dalam bentuk tunggal, maka demokrasi itu dapat disebut; dari aku, oleh aku dan untuk aku.Dalam bentuk tunggal ini dapat terlihat bagaimana tergantungnya demokrasi kepada orang nya.Setiap orang dalam keadan tunggal berdaulat penuh atas dirinya.Jika orang itu baik maka tentulah demokrasinya menjadi baik.Jika orangnya tidak baik maka barang tentulah demokrasinya tidak baik pula.

Jika dihubungkan dengan pemerintahan maka demokrasi itu adalah bentuk dari sebuah pemerintahan bukan system.Pemerintahan yang berasal dari rakyat dan ditentukan oleh rakyat serta menfaatnya untuk rakyat. Pemerintah yang dipegang oleh rakyat.Rakyat yang memerintah.Atau pemerintah yang dijalankan oleh rakyat. Ini adalah menyangkut bentuk sebuah pemerintahan.Masing-masing rakyat memeritah dan memimpin diri sendiri.Sehingga dengan demikian orang yang demokratis tentulah harus terpimpin. Jika tidak terpimpin tentulah akan menjadi kacau, anarkhi.

Dengan demikian apabila demokrasi dihubungkan dengan pemerintahan maka demokrasi itu bukanlah system pemerintahan melainkan bentuk pemerintahan.Karena system sudah menyangkut bagaimana pemerintahan itu jalankan. Sistem sudah menyangkut mekanisme.
Memperhatikan pengertian yang terdapat dalam demokrasi tersebut dihubungkan dengan situasi jaman sekarang sepertinya bentuk pemerintahan seperti itu sudah tidak relevan.Seperti apa bentuknya jika rakyat menjadi pemerintah.Siapa yang diperintah dan siapa yang memerintah.

Barangakali demokrasi pada jaman junani kuno sebenarnya belum ada organisasi pemerintah dan negara seperti saat ini.Kemungkinan pada jaman junani kuno yang disebut sebagai negara itu hanyalah sekelompok orang yang tinggal pada suatu tempat (kota) dan masing-masing orang perorang tertib mengatur diri sendiri berusaha sendiri untuk kesejahteraan sendiri.Tidak ada pemimpin formal dalam kelompok masyarakat. Masing-masing setiap penduduk memimpin diri sendiri dengan tertib.

Pada jaman junani kuno tersebut belum ada organisasi. Karena apabila sudah ada organisasi formal terlebih-lebih dalam bentuk negara tentulah harus ada pengurus yang menduduki suatu jabatan untuk urusan tertentu.Tidak semua menjadi pengurus yang duduk dalam jabatan struktural organisasi. Sewajarnya sebagian menjadi pengurus “pemerintah” dan sebagaian lagi menjadi anggota “rakyat”.

Sehingga dengan demikian untuk masyarakat modern yang serba kompleks seperti pada saat sekarang ini maka bentuk pemerintahan demokrasi sudah tidak dimungkinkan.
Dengan demikian untuk masyarakat modern seperti saat ini yang masih relevan dari sebuah demokrasi adalah unsur kedaulatan yakni kekuasaan tertinggi untuk menentukan sebuah pemerintahan termasuk asalnya yaitu yang membentuk pemerintahan itu serta tujuan pembentukan pemerintahan itu untuk kesejahteraan rakyat.

Pada masyarakat modern yang lebih dimungkinkan adalah bentuk pemerintahan republik. Res dan publica. Pemerintqhan yang diselenggarakan oleh orang banyak untuk melayani kepentinga public “rakyat”. Kekuasaan dalam pemeritahan tidak terpusat pada satu orang, melainkan pada beberapa orang yang bertugas untuk tugas dan urusan tertentu. Ada pembagian kekuasaan pemerintahan negara “distribution of power”. Dan pemerintahan itu ditujukan untuk melayani, mensejahterakan publik~ seluruh rakyat

Sehubungan dengan bentuk pemerintahan, Indonesia dalam UUD 1945 menentukan bentuk pemerintahan negara Indonesia adalah Repubublik, bukan demokrasi.

Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dalam keadaan modern seperti saat ini sepertinya sudah tidak relevan. Yang masih relevan dari demokrasi adalah unsure kedaulatan yakni kekuasaan yang tertinggi. Dalam negara modern selayaknya rakyat itulah yang berdaulat.Keadaan ini adalah patut sebab rakyatlah yang membentuk negara, rakyat lah subjeknya sedangkan negara itu adalah organisasi.

Jika kedaulatan dalam suatu negara dipegang oleh rakyat maka negara itu disebut negara demokrasi.

Selanjutnya perlu pula diketahui dan dipahami kedaulatan apa yang dipegang atau yang berada ditangan rakyat itu.

Mengenai hal ini ada beberapa teori tentang kedaulatan yakni kedaulatan Tuhan, Kedaulatan rakyat, kedaulatan negara dan kedaulatan hukum.
Mengenai teori kedaulatan tersebut diatas sepertinya Indonesia tidak menganut teori kedaulatan rakyat melainkan kedaulatan hukum.

Kedaulatan hukum yang dianut Indonesia itu dapat terlihat dari sila keempat dari Pancasila yakni “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.

Hikmat itu adalah lebih mendekati kebenaran, yang sebenarnya.Sedangkan yang sebenarnya itu identik atau dekat dengan hukum. Dan dalam menjalankan hukum itu diperlukan suatu sikaf yang arif lagi bijaksana. Dalam bermusyawarah maupun dalam menentukan perwakilan haruslah berdasar atas hikmat~hukum.Bukan karena suara terbanyak namun haruslah selalu berpatokan pada yang layak dan patut, hikmat~hukum. Karena jika tidak akan terjadi apa yang disebut dengan kejahatan komunal.Musyawarah, kesepakatan untuk berbuat jahat.Kesepakatan untuk melanggar hukum.Persekongkolan jahat, begitulah kira-kira apabila musyawarah tidak menghiraukan hukum.

Dengan demikian jika dihubungkan dengan kedaulatan, di Indonesia rakyat Indonesia berada pada posisi pemegang kedaulatan. Dan kedaulatan yang dipegang oleh rakyat itu adalah kedaulatan hukum. Bukan kedaulatan rakyat, melainkan kedaulatan hukum yang dipegang oleh rakyat.

Sepertinya keadaan itu lebih mendekatai pada kebenaran sebab apabila kedaulatan itu kedaulatan rakyat salah satu resikonya adalah bahwa kedaulatan itu sangat tergantung pada rakyat. Tergantung pada situasi dan kondisi rakyat, seperti situasi pemikiran, sikap dan perilaku tertentu. Kedaulatan itu tidak stabil, tidak tetap karena sangat tergantung pada keadaan rakyat. Jika pada suatu jangka waktu tertentu rakyat berorientasi pada kebaikan dan kebenaran, maka kedaulatan akan menjadi baik dan benar.Demikian jika kondisinya tidak baik maka kedaulatannya pula tidak baik.

Akan berbeda dengan kedaulatan hukum.Hukum itu tidak tergantung pada masyarakat, melainkan masyarakatlah yang tergantung pada hukum. Hukum itu lebih stabil dibandingkan dengan rakyat.Hukum itu pasti benar dan pasti adil. Jika tidak benar dan tidak adil maka itu bukan hukum. Oleh karena itu lebih tepat dan sepertinya lebih mendekati kebenaran apabila kedaulatan itu adalah kedaulatan hukum. Dan kedaulatan hukum itu ada pada dan dipegang oleh rakyat, bukan pada pemerintah.Begitulah kira-kira kedaulatan dimaksud dalam Pancasila Dasar dan Ideologi Negara Republik Indonesia.

Dan untuk Indonesia sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945 tanpa amandemen, kedaulatan hukum itu dipegang oleh rakyat.Demikian antara lain nilai-nilai Pancasila diwujudkan dalam UUD 1945 sebagai hukum dasar negara.

Jadi dengan demikian sekali lagi, ini Republik Indonesia, bukan demokras Indonesia.

Tidak ada demokrasi Indonesia yang ada adalah “ Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawartan/perwakilan yakni sila ke empat dari Pancasila.”

Sepertinya seharusnya demikian.
Insya Allah

Thursday, June 14, 2007

HENTIKAN PEMBENTUKAN PROVINSI TAPANULI

One Response to “DPRDSU Serukan, Pembentukan Propinsi Tapanuli Tidak Ada Unsur SARA”
1. syarifuddin simbolon Says: Juni 15th, 2007 at 11:54 am

Catatan ini merupakan revisi tanggapan berita Harian Sinar Indonesia Baru on line.

Insya Allah masyarakat Sumut tidak akan terjebak dan terpengaruh dengan issu SARA. Dan saya percaya issu SARA tidak akan berkembang menjadi konflik terbuka di Sumatera Utara.Insya Allah.

Tapi terlepas dari issu SARA, dengan memperhatikan situasi dan kondisi daerah Tapanuli yang beberapa waktu belakangan ini sudah bertambah menjadi beberapa kabupaten baru antara lain Kabupaten Samosir, Kabupaten Tobasa, Humbang dan lain-lain.

Sepertinya pembentukan Tapanuli menjadi satu provinsi yang memisahkan diri dari SUMUT belumlah sesuatu yang layak dan tidak juga bukan merupakan kebutuhan telebih-lebih bukan sebagai pemenuhan kebutuhan rakyat (masyarakat).

Apa manfaat yang sudah didapat oleh masyarakat dari pemekaran kabupaten atau provinsi?

Provinsi, kabupaten atau bentuk-bentuk lain dari organisasi bukan kebutuhan rakyat.

Kebutuhan rakyat adalah makan, minum, pakaian, rumah sekolah, ketenangan dan lain-lain bentuk kebutuhan jiwa dan raga hingga masyarakatnya tergolong menjadi rakyat adil makmur sentausa. Sudahkah?

Terpenuhinya kebutuhan rakyat, terwujudnya rakyat adil makmur sentausa tidak tergantung pada banyaknya pejabat atau banyaknya kabupaten atau provinsi.Namun sepertinya lebih terpengaruh kepada bagaimana pejabat itu melakukan tugas melayani masyarakat mewujudkan kesejahteraan rakyat. Adakah itu dilakukan oleh mereka yang mengaku pejabat atau yang merasa diri sebagai pejabat pemerintahan?

Benahi dulu, maksimalkan pelaksaan tugas pejabat-pejabat yang sudah ada untuk melayani masyarakat mewujudkan rakyat adil makmur sentausa. Jangan jadikan pemekaran daerah provinsi hanya untuk menduduki jabatan.Jangan pula jadikan jabatan sebagai alat untuk memperkaya diri-sendiri atau kelompok.

Jika pemekaran provinsi atau kabupaten dijadikan alat pemenuhan ambisi pihak-pihak untuk menjadi pejabat dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau kelompok, maka itu identik dengan cara atau bentuk lain dari rampok atau maling, penipuan, pembodohan rakyat, atau perbuatan-perbuatan lain yang tidak benar dan tidak pula adil serta bertentangan dengan maksud dan tujuan serta cita-cita para pahlawan pejuang pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemekaran kabupaten atau provinsi di Indonesia sepertinya tidak memberi manfaat yang cukup berarti bagi rakyat kebanyakan anak negeri ini.malah sepertinya hanya menambah beban sebagai akibat semakin bertambahnya anggaran bagi pejabatnya.Pajak semakin mmeningkat, bentuk-bentuk pungutan bermunculan, harga bahan kebutuhan meningkat dan melonjak. Pejabat-pejabat dengan kelompoknya semakin kaya dan kaya, hidup bermewah-mewah sementara diberbagai tempat rakyat hidup melarat, busung lapar hingga mati kelaparan.

Untuk itu, selain memperhatikan minimnya manfaat “jika tidak dapat mengatakan tidak ada manfaat” bagi rakyat dari pemekaran wilayah Tapanuli menjadi provinsi yang terpisah dari SUMUT atau daerah lain di Indonesia agar wacana pemekaran tidak dimanfaatkan menjadi issu SARA atau issu lain yang berpotensi menjadi konflik dimasyarakat, maka sepertinya lebih baik hentikan rencara atau wacana pemekaran wilayah.

Bangunlah rakyat, bangun jiwanya dan bangun badannya.

Jangan bangun kabupaten atau provinsi.Kabupaten atau povinsi tidak butuh pembangunan, yang butuh pembangunan adalah rakyat yakni terwujudnya rakyat adil makmur sentausa.
Apabila rakyat adil dan makmur sudah terwujud, maka Insya Allah Rayalah Indonesia.
Insya Allah.

Monday, June 04, 2007

SALAH SATU AKIBAT AMANDEMEN UUD 1945
DPR Suarakan Wacana Hak Interpelasi Dan Pengadilan Adhoc Satu Tahun Lumpur Lapindo [31/5/07]

Hukumonline.com

Anggota DPR yang tergabung dalam kaukus Jawa Timur menggagas interpelas dan pengadilan ad hoc. Berhasilkah?Satu tahun lalu, tepatnya 29 Mei 2006 menjadi awal lembaran kelam dalam kehidupan warga Desa Renokenongo, Siring, Jatirejo, dan Kedung Bendo yang kesemuanya terletak di wilayah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pada hari naas itu, mereka mendapatkan tamu tak diundang berupa lumpur panas yang berasal dari sumur pengeboran Lapindo Brantas di Banjar Panji I, Porong.Sejak itu, puluhan ribu orang khususnya yang tinggal di keempat desa tersebut hidup dalam kesengsaraan, sendi-sendi kehidupan mereka hancur lembur oleh lumpur panas yang seharusnya mendekam di perut bumi. Setahun kemudian, nasib korban lumpur panas tidak kunjung membaik karena penanganan tragedi ini oleh pemerintah diselimuti oleh ketidakjelasan.“Tindakan-tindakan penanganan yang dilakukan (oleh pemerintah, red.) sebagian besar berujung pada ketidakpastian bagi masyarakat korban dan lingkungan sekitarnya,” kata Ario Wijanarko, anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa, dalam jumpa pers di DPR (30/5).Ario yang tergabung dalam Kaukus Anggota DPR Daerah Pemilihan Jawa Timur, menilai secara umum penanganan lumpur Lapindo oleh pemerintah tidak maksimal dan komprehensif. Indikatornya misalnya dapat dilihat dari data korban pengungsian yang telah mencapai angka 21 ribu jiwa. Selain itu, tragedi lumpur panas Lapindo juga telah menyebabkan 11 desa dan lebih dari 35 hektar lahan pertanian terendam. Belum lagi, dampak terhadap kesehatan masyarakat yang kini banyak menderita saluran pernafasan dan iritasi kulit. Dan seterusnya..........

Tanggapan/Komentar

SALAH SATU AKIBAT AMANDEMEN UUD 1945[1/6/07] -
Sangat memilukan nasib rakyat kebanyakan di negeri Indonesia tercinta ini.Tragedi demi tragedi, eksekusi liar demi eksekusi liar pun terjadi.Beban rakyat kebanyakan semakin berat dan semakin berat.Tanpa ada tindakan yang nyata dan cukup berarti dari pejabat negara untuk meringankan beban rakyat anak negeri.


Kasus Semburan lumpur panas yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur adalah salah satu contoh bagaimana pejabat tinggi hingga pejabat tertinggi di negeri ini menanggapi penderitaan yang dialami oleh rakyat kebanyakan anak negeri ini.



Sepertinya sudah buta dan sudah tuli. Bahkan barangkali lebih dari tulinya tuli dan butanya buta. Tapi sepertinya mereka mengaku tidak tuli dan tidak buta.


Entah mana yang benar dan entah mana pula yang salah. Entahlah.......




Meskipun secara formal anak negeri ini kekuasaan dan kedaulatan atas negara ini masih dipegang oleh anak negeri, namun secara materil hampir disemua lini kehidupan berbangsa dan bernegara anak negeri tersingkirkan.



Secara ekonomi rakyat kebanyakan negeri ini telah lama dalam keadaan ketinggalan dan tertinggalkan.



Menurut versi salah satu majalah, dari 10 orang terkaya di Indonesia hanya 2 orang diantaranya anak negeri itupun berada pada urutan ke-5 dan ke-9, selainnya mereka adalah para pendatang dari negeri seberang yakni "kaum china" (meminjam istilah Lee Kwan Yew, Menteri Senior Singapore) yang kemudian menjadi tauke di negeri ini.



Pasca amandemen, menyusul lagi perampasan kedaulatan dari tangan rakyat. Kedaulatan rakyat menjadi tidak jelas. Bagaimana rakyat akan mengontrol ketika telah menggunakan kedaulatan itu.



Ketika akan memilih, kedaulatan itu cukup dan sangat jelas.Namun pada gilirannya ketika akan meminta pertanggungan-jawab terhadap orang yang dipilih. Kedaulatan rakyat itu dibuat menjadi kabur. Rakyat menjadi tidak berdaya ketika kedaulatan itu telah dilaksanakan.



Rakyat diperangkap dengan jargon-jargon yang penuh kepalsuan. Rakyat itu diposisikan seolah-olah pada posisi yang sangat menentukan. Padahal kenyataannya rakyat menjadi tidak berdaya ketika telah menggunakan hak pilihnya itu.



Dengan amandemen UUD 1945 kedaulatan rakyat seolah-olah dikembalikan kepada rakyat, padahal sesungguhnya "kedaulatan rakyat" itu telah dirampas.



Sebelum amandemen UUD 1945, apabila rakyat melalui perwakilan (DPR) dan Majelis (MPR)dapat mengajukan dan atau mengundang Sidang Istimewa untuk meminta pertanggungan-jawab presiden. Dan prosesnya tidak berbelit-belit dan tidak terlalu lama.



Namun pasca amandemen keadaan itu sudah tidak ada lagi.Tak ada Sidang Istimewa MPR untuk meminta pertanggungan-jawab Presiden.



Jika UUD 1945 belum diamandemen tentu akan lain keadaannya.Tentu presiden akan melakukan upaya maksimal agar pihak yang bertanggung-jawab dalam peristiwa lumpur Sidoarjo segera memberi kompensasi yang layak dan adil.Karena jika tidak, kemungkinan presiden dalam tempo yang singkat akan dihadapkan dalam Sidang Istimewa MPR yang sangat memungkinkan pejabatnya diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir.



Mengenai amandemen UUD 1945 ini, sedari awal dalam berbagai kesempatan saya telah meminta agar amandemen UUD 1945 dihentikan dan segera kembali ke UUD 1945 tanpa amandemen (sesuai Dekrit Presiden 5 Juli 1979).



Karena selain tidak adanya sidang Istimewa MPR untuk meminta pertanggungan-jawab presiden, amandemen UUD 1945 membenarkan seseorang yang mempunyai 2 (dua) kewarganegaraanpun dapat menjadi Presiden RI.Yang menentukan arah yang hendak dicapai dalam tujuan berbangsa dan bernegara bukan lagi rakyat melainkan presiden.Karena amandemen UUD 1945 tidak ada lagi GBHN atau GBHN bukan ditentukan oleh MPR. Presiden bukan lagi mandataris Rakyat (MPR).

Amandemen UUD 1945 menjadikan rakyat dan perwakilan (DPR dan MPR) semakin lemah sedangkan posisi presiden semakin kuat.


Pemilik dan pemegang kedaulatan rakyat dibuat tak berdaya ketika kedaulatan itu sudah digunakan.



Pasca amandemen UUD 1945, jangankan 1 (satu) interpellasi, 1000 interpellas-pun Presiden tidak akan keder.Karena tidak ada sidang Istimewa MPR yang dapat memberhentikan seorang pejabat presiden dari jabatannya sebelum masa jabatan berakhir.



Keadaan penyelenggaraan negara saat ini telah sangat jauh menyimpang dari semangat dan suasana kebathinan Negara Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 dan Pembukaan "Periambule" UUD 1945.


Hentikan amandemen terlebih-lebih amandemen terhadap Pembukaan "Periambule" UUD 1945.


Ingat, mengamandemen Pembukaan "Periambule" UUD 1945 merupakan penjajahan dan pembubaran Negara Indonesia yang diproklamasikan 17 Agugstus 1945.



Wahai segenap anak negeri mari berjuang untuk mengembalikan dan mewujudkan negara yang dicita-citakan dan diproklamasikan serta didirikan oleh para pahlawan pejuang dan pendiri negara ini.

Kembali ke UUD 1945 tanpa amandemen (sesuai dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959).Kemudian kita bangun jiwa dan raga rakyat Indonesia sebagaimana dicita-citakan dan diperjuangkan oleh para pahlawan pejuang dan pendiri negara RI tercinta ini.

Insya Allah Raya lah Indonesia.




Syarifuddin Simbolon, SH.

HARI LAHIR PANCASILA YANG SEPI

Tanggal satu bulan Juni tahun dua ribu tujuh (1-6-2007) bertepatan dengan hari Jum’at 15 Jumadil Ula 1428 H. Pada hari yang sama umat Buddha merayakan Waisak yang telah menjadi hari libur Nasional.

Pada sebuah penanggalan (kalender) tanggal 1 Juni 2007 merupakan hari libur nasional (tanggal merah) dengan catatan dibawah 1 Juni: Waisak (Detik-Detik Waisak 08.03.27).

Perayaan hari Waisak terdengar begitu menggema hingga menjadi berita utama pada sebuah surat kabar terbitan ibu kota dengan judul :
“ WAISAK Presiden: Keteguhan Sang Buddha Harus Diteladani (Kompas, Sabtu 2 Juni 2007 halaman 1)

Pada pemberitaan itu antara lain dituliskan; “namun dengan mengacu pada perjalanan Sang Buddha, perjuangan mengatasi krisis guna mencapai tujuan mulia tidak mudah dilakukan,”ujar Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam sambutannya pada acara Perayaan Trisuci Waisak 2551 BE/2007 di Pelataran Candi Brobudur, Kabupaten Magelang Jawa Tengah, (Jumat (1/6).Mengingat hal itu, Presiden mengajak seluruh umat Buddha, untuk terus berjuang dengan penuh kesabaran dan keteguhan."

Pada pemberitaan itu tak dijelaskan apa yang dimaksud dengan ajakan presiden kepada seluruh umat Buddha untuk terus berjuang dengan penuh kesabaran dan keteguhan.

Apa yang harus diperjuangkan oleh umat Buddha? Apa yang dimaksud dengan tujuan mulia itu?

Berjuang untuk semakin mengumpul harta kah?

Jika untuk mengumpul harta sepertinya itu tidak perlu diajak oleh Sosilo Bambang Yudoyono, sebab umat Buddha atau yang mengaku umat Buddha di Indonesia ini telah cukup banyak menguasai harta kekayaan negeri ini.Bahkan mungkin mereka telah menguasai sebagian besar harta kekayaan negeri ini.Yang apabila dibandingkan dengan jumlah umatnya atau yang mengaku umat Buddha barangkali telah berbanding terbalik dengan harta yang dikuasasi.Jumlah umat yang minoritas telah menguasai mayoritas harta kekayaan negeri ini.

Sepertinya semakin tidak jelas ajakan Susilo Bambang Yudoyono pada pemberitaan tersebut.Jika yang dimaksud adalah mengikuti perjalan Sidharta Gautama yang kemudian populer dengan Sang Buddha yang berasal dari India itu harusnya hal itu ditegaskan.

Konon, perjuangan Sang Buddha adalah menentang dan meninggalkan kehidupan mewah dan bermewah-mewah para penguasa dan pemilik modal (kaum Istana dan kaum feodal).Sang Buddha Sidharta Gautama berjuang meninggalkan kemewahan dan hidup bermewah-mewah (glamour).Beliau berjuang hidup penuh kesederhanaan mendekatkan diri kepada Yang Maha Suci.

Dalam sejarah kemudian pengikutnya berkembang didaerah Tiongkok (RRC) dan para pengikutnya hidup membiara di lingkungan kuil.Para pengikut Buddha ini sangat banyak pantangannya.Jangankan makan daging babi, daging sapi pun mereka haram kan (tidak boleh makan daging).Mereka hanya makan nasi dan sayur-sayuran.Pendeta (Biksu)nya pun tak menikah (tidak kawin).

Cara hidup dan tujuan pengikut Buddha di RRC tidak sejalan dengan cara hidup dan tujuan penguasa/pemerintah (Kaisar). Pada perkembangannya Agama Buddha di RRC sepertinya sangat terbatas jika dibanding dengan Kong Hucu.Dan kemudian Kong Hucu di Indonesia telah dianggap sebagai agama karena kemudian telah dianggap memiliki kitab suci.

Dengan memperhatikan dan membandingkan perjalanan dan cara hidup Sang Buddha Sidharta Gautama seperti yang dilakukan para biarawan di kuil-kuil Shaolin didaratan RRC yakni penuh kesederhanaan menjauhi kemewahan, tidak mengumpul/menumpuk harta kekayaan semacam uang, emas dan lain-lain semacam itu sepertinya sangat berbeda dan bertolak belakang dengan yang dilakukan oleh umat Buddha di Indonesia.


Atau barangkali umat (pengikut Buddha) yang hidup membiara seperti di kuil shaolin di RRC berbeda dengan pengikut Buddha di Indonesia.Entahlah……

Selain itu Soesilo Bambang Yudoyono dalam pemberitaan itupun tidak ada menyinggung bahwa hari itu, 1 Juni adalah juga bertepatan dengan hari lahirnya Pancasila.

Apakah karena lupa bahwa hari itu juga adalah hari yang diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila yang merupakan dasar dan ideologi Negara Republik Indonesia?

Ataukah karena lupa yang diundang atau yang memberi kata sambutan itu adalah Presiden Republik Indonesia dengan Dasar dan Ideologi Pancasila?

Sekali lagi.Entahlah……

Sesungguhnya memperingati perjuangan dan perjalanan hidup Sang Buddha Sidharta Gautama sepertinya masih relevan dengan perjuangan para pejuang dan pendiri negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan dasar dan Ideologi Pancasila yang dirumuskan pada pada tanggal 1 Juni 1945.

Sepertinya nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Sang Buddha Sidharta Gautama tidaklah bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang menjadi dan merupakan Dasar dan Ideologi Negara Republik Indonesia. Hanya saja barangkali pada saat itu Sidharta Gautama tidak menyebutnya sebagai Pancasila, karena memang Pancasila itu ditemukan di Indonesia oleh para pejuang dan pendiri negara Republik Indonesia.

Konon Pancasila itu oleh salah seorang tokoh dan pendiri negara ini disebut sebagai ideology alternative bagi Dunia. Pancasila lebih baik dari San Min Chui nya Dr.Sun Yat Sen, Pancasila itu lebih baik dari Sosialisme Kumonis Soviet Rusia, Pancasila itu lebih baik dari Liberalis maupun Kapitalis dari Eropah maupun Amerika.

Apa yang dikemukakan tokoh besar seperti diatas sepertinya tidaklah berlebihan.Pancasila itu bersifat universal.Nilai-nilainya baik dan benar.Jika nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari niscaya seluruh bangsa di dunia damai dan sejahtera.

Jika nilai-nilai Pancasila dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari tentulah tidak ada Penguasa yang menganggap dirinya Yang Berkuasa menurut keinginannya karena sumber dari segala kekuasaan dan kebaikan, kebenaran serta kebahagiaan adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada keserakahan. Tidak akan terjadi segolongan tertentu hidup bermewah-mewah sedangkan sebagaian lagi hidup melarat penuh penderitaan dalam kemiskinan.

Tidak akan terjadi yang kuat melakukan kesewenang-wenangan menindas yang yang lemah dan miskin Tidak akan terjadi yang kuat merampas hak yang lemah.Satu kelompok menyerang atau menjajah kelompok lain. Saling menyerang dan bermusuhan.Tidak akan terjadi penguasa memerintah rakyat dengan sewenang-wenang, tidak akan terjadi ketidak-adil-an. Sebab hal itu bertentangan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan social bagi semua yang tak lain dan tak bukan adalah nilai-nilai dari Pancasila itu yang menjadi dan merupakan dasar dan ideology negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pancasila tidak membenarkan pandangan yang meniadakan Tuhan karena memang Tuhan Allah itu ada dan kekal ada-Nya. Pancasila tidak membenarkan anggapan atau pandangan Tuhan itu dua atau banyak, karena memang Tuhan Allah itu Satu, Esa.

Pancasila tidak membenarkan kebiadaban, karena yang biadab itu bertentangan dengan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Tidak akan ada penjajahan dalam segala bentuk karena penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pancasila tidak membenarkan perpecahan karena yang pecah itu adalah kerusakan. Sebab semua manusia dibumi adalah mahluk ciptaan-Nya dimana satu dengan yang lain seharusnya hidup bersatu dalam semangat persaudaraan dan persahabatan.

Pancasila tidak membenarkan kesewenangan terhadap rakyat sebab pemegang kedaulatan itu adalah rakyat.Dan kedaulatan itu adalah kedaulatan hukum / hikmat. Pancasila tidak membenarkan ketidak adilan sebab keadilan itu adalah untuk semua.

Pancasila tidak bertentangan dengan Kristen tidak pula bertentangan dengan Kristen. Bahkan sepertinya Pancasila itu merupakan intisari atau bentuk yang lebih sederhana dari apa yang diajarkan oleh Yesus Kristus (Nabi Isa) dan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW karena sepertinya nilai-nilai Pancasila tidak ada yang bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh kedua Nabi tersebut.

Sayang seribu kali sayang sepertinya pejabat-tinggi hingga tertinggi negara ini lupa dengan Pancasila. Astagfirullah

Meskipun demikian seyogianya rakyat kebanyakan anak negeri ini tidak melupakan Pancasila yang digali oleh para pejuang dan pendiri negara ini dan kemudian melaksanakannya dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa karena barangkali dari antaramu lah akan bangkit Ratu Adil yang menjadi Pemimpin Indonesia yang menjadi suri tauladan kebaikan dan kebenaran bagi seluruh masyarakat bangsa-bangsa yang berasal dari-Nya dan kembali kepada-Nya.

Dan semoga pemimpin masa depan Indonesia mengenal, memahami serta mengajak seluruh rakyat Indonesia dan masyarakat dunia untuk kemudian melaksanakan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Dengan demikian patut dan layak jika perdamaian dan kesejahteraan bagi semua masyarakat dunia akan teruwujud.


Semoga dan Insya Allah Pancasila tak terlupakan untuk diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

Insya Allah.