RAYA INDONESIA

Monday, June 04, 2007

SALAH SATU AKIBAT AMANDEMEN UUD 1945
DPR Suarakan Wacana Hak Interpelasi Dan Pengadilan Adhoc Satu Tahun Lumpur Lapindo [31/5/07]

Hukumonline.com

Anggota DPR yang tergabung dalam kaukus Jawa Timur menggagas interpelas dan pengadilan ad hoc. Berhasilkah?Satu tahun lalu, tepatnya 29 Mei 2006 menjadi awal lembaran kelam dalam kehidupan warga Desa Renokenongo, Siring, Jatirejo, dan Kedung Bendo yang kesemuanya terletak di wilayah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pada hari naas itu, mereka mendapatkan tamu tak diundang berupa lumpur panas yang berasal dari sumur pengeboran Lapindo Brantas di Banjar Panji I, Porong.Sejak itu, puluhan ribu orang khususnya yang tinggal di keempat desa tersebut hidup dalam kesengsaraan, sendi-sendi kehidupan mereka hancur lembur oleh lumpur panas yang seharusnya mendekam di perut bumi. Setahun kemudian, nasib korban lumpur panas tidak kunjung membaik karena penanganan tragedi ini oleh pemerintah diselimuti oleh ketidakjelasan.“Tindakan-tindakan penanganan yang dilakukan (oleh pemerintah, red.) sebagian besar berujung pada ketidakpastian bagi masyarakat korban dan lingkungan sekitarnya,” kata Ario Wijanarko, anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa, dalam jumpa pers di DPR (30/5).Ario yang tergabung dalam Kaukus Anggota DPR Daerah Pemilihan Jawa Timur, menilai secara umum penanganan lumpur Lapindo oleh pemerintah tidak maksimal dan komprehensif. Indikatornya misalnya dapat dilihat dari data korban pengungsian yang telah mencapai angka 21 ribu jiwa. Selain itu, tragedi lumpur panas Lapindo juga telah menyebabkan 11 desa dan lebih dari 35 hektar lahan pertanian terendam. Belum lagi, dampak terhadap kesehatan masyarakat yang kini banyak menderita saluran pernafasan dan iritasi kulit. Dan seterusnya..........

Tanggapan/Komentar

SALAH SATU AKIBAT AMANDEMEN UUD 1945[1/6/07] -
Sangat memilukan nasib rakyat kebanyakan di negeri Indonesia tercinta ini.Tragedi demi tragedi, eksekusi liar demi eksekusi liar pun terjadi.Beban rakyat kebanyakan semakin berat dan semakin berat.Tanpa ada tindakan yang nyata dan cukup berarti dari pejabat negara untuk meringankan beban rakyat anak negeri.


Kasus Semburan lumpur panas yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur adalah salah satu contoh bagaimana pejabat tinggi hingga pejabat tertinggi di negeri ini menanggapi penderitaan yang dialami oleh rakyat kebanyakan anak negeri ini.



Sepertinya sudah buta dan sudah tuli. Bahkan barangkali lebih dari tulinya tuli dan butanya buta. Tapi sepertinya mereka mengaku tidak tuli dan tidak buta.


Entah mana yang benar dan entah mana pula yang salah. Entahlah.......




Meskipun secara formal anak negeri ini kekuasaan dan kedaulatan atas negara ini masih dipegang oleh anak negeri, namun secara materil hampir disemua lini kehidupan berbangsa dan bernegara anak negeri tersingkirkan.



Secara ekonomi rakyat kebanyakan negeri ini telah lama dalam keadaan ketinggalan dan tertinggalkan.



Menurut versi salah satu majalah, dari 10 orang terkaya di Indonesia hanya 2 orang diantaranya anak negeri itupun berada pada urutan ke-5 dan ke-9, selainnya mereka adalah para pendatang dari negeri seberang yakni "kaum china" (meminjam istilah Lee Kwan Yew, Menteri Senior Singapore) yang kemudian menjadi tauke di negeri ini.



Pasca amandemen, menyusul lagi perampasan kedaulatan dari tangan rakyat. Kedaulatan rakyat menjadi tidak jelas. Bagaimana rakyat akan mengontrol ketika telah menggunakan kedaulatan itu.



Ketika akan memilih, kedaulatan itu cukup dan sangat jelas.Namun pada gilirannya ketika akan meminta pertanggungan-jawab terhadap orang yang dipilih. Kedaulatan rakyat itu dibuat menjadi kabur. Rakyat menjadi tidak berdaya ketika kedaulatan itu telah dilaksanakan.



Rakyat diperangkap dengan jargon-jargon yang penuh kepalsuan. Rakyat itu diposisikan seolah-olah pada posisi yang sangat menentukan. Padahal kenyataannya rakyat menjadi tidak berdaya ketika telah menggunakan hak pilihnya itu.



Dengan amandemen UUD 1945 kedaulatan rakyat seolah-olah dikembalikan kepada rakyat, padahal sesungguhnya "kedaulatan rakyat" itu telah dirampas.



Sebelum amandemen UUD 1945, apabila rakyat melalui perwakilan (DPR) dan Majelis (MPR)dapat mengajukan dan atau mengundang Sidang Istimewa untuk meminta pertanggungan-jawab presiden. Dan prosesnya tidak berbelit-belit dan tidak terlalu lama.



Namun pasca amandemen keadaan itu sudah tidak ada lagi.Tak ada Sidang Istimewa MPR untuk meminta pertanggungan-jawab Presiden.



Jika UUD 1945 belum diamandemen tentu akan lain keadaannya.Tentu presiden akan melakukan upaya maksimal agar pihak yang bertanggung-jawab dalam peristiwa lumpur Sidoarjo segera memberi kompensasi yang layak dan adil.Karena jika tidak, kemungkinan presiden dalam tempo yang singkat akan dihadapkan dalam Sidang Istimewa MPR yang sangat memungkinkan pejabatnya diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir.



Mengenai amandemen UUD 1945 ini, sedari awal dalam berbagai kesempatan saya telah meminta agar amandemen UUD 1945 dihentikan dan segera kembali ke UUD 1945 tanpa amandemen (sesuai Dekrit Presiden 5 Juli 1979).



Karena selain tidak adanya sidang Istimewa MPR untuk meminta pertanggungan-jawab presiden, amandemen UUD 1945 membenarkan seseorang yang mempunyai 2 (dua) kewarganegaraanpun dapat menjadi Presiden RI.Yang menentukan arah yang hendak dicapai dalam tujuan berbangsa dan bernegara bukan lagi rakyat melainkan presiden.Karena amandemen UUD 1945 tidak ada lagi GBHN atau GBHN bukan ditentukan oleh MPR. Presiden bukan lagi mandataris Rakyat (MPR).

Amandemen UUD 1945 menjadikan rakyat dan perwakilan (DPR dan MPR) semakin lemah sedangkan posisi presiden semakin kuat.


Pemilik dan pemegang kedaulatan rakyat dibuat tak berdaya ketika kedaulatan itu sudah digunakan.



Pasca amandemen UUD 1945, jangankan 1 (satu) interpellasi, 1000 interpellas-pun Presiden tidak akan keder.Karena tidak ada sidang Istimewa MPR yang dapat memberhentikan seorang pejabat presiden dari jabatannya sebelum masa jabatan berakhir.



Keadaan penyelenggaraan negara saat ini telah sangat jauh menyimpang dari semangat dan suasana kebathinan Negara Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 dan Pembukaan "Periambule" UUD 1945.


Hentikan amandemen terlebih-lebih amandemen terhadap Pembukaan "Periambule" UUD 1945.


Ingat, mengamandemen Pembukaan "Periambule" UUD 1945 merupakan penjajahan dan pembubaran Negara Indonesia yang diproklamasikan 17 Agugstus 1945.



Wahai segenap anak negeri mari berjuang untuk mengembalikan dan mewujudkan negara yang dicita-citakan dan diproklamasikan serta didirikan oleh para pahlawan pejuang dan pendiri negara ini.

Kembali ke UUD 1945 tanpa amandemen (sesuai dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959).Kemudian kita bangun jiwa dan raga rakyat Indonesia sebagaimana dicita-citakan dan diperjuangkan oleh para pahlawan pejuang dan pendiri negara RI tercinta ini.

Insya Allah Raya lah Indonesia.




Syarifuddin Simbolon, SH.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home