RAYA INDONESIA

Wednesday, May 10, 2006

ADILI SEBELUM MENINGGAL

Tak lama berselang waktu antara ketika Soeharto menghadiri sebuah acara, muncullah pembicaraan hangat tentang kasus yang didakwakan kepada dirinya.Entah sejurus kemudian kesehatan pun menjadi permasalahan.

Entah berapa jurus lagi, bermacam-macam event pun digelar membahan keadaan itu.

Antara lain event itu barangkalai adalah ketika Pemerintah menggelar rapat konsultasi terkait kemungkinan pemberian abolisi kepada mantan presiden Soeharto. Rapat itu digelar dikantor Presiden Jl.Veteran Jakarta, Rabu 10/5/2006) pukul 21.30, demikian ditulis detiknews.com yang saya baca pada hari Rabu malam tanggal 10-05-2006 pukul 23.10 (seiring saat menulis catatan ini).

Diberitakan pula pada rapat itu hadir Jusuf Kalla (Wapres), Widodo AS, Hamid Awaluddin (Menkum HAM), Djoko Santoso (Panglima TNI), Sutanto (Kapolri), Abbdul Rahman Saleh (Jakgung), dan Yusril Ihza Mahendra (sesneg)

Masih dalam pemberitaan tersebut, Mensesneg Yusril Ihza Mahendra menjelaskan, bahwa pemberian abolisi memang merupakan kewenangan presiden, namun keputusan tersebut harus berdasarkan masukan dari ketua MA dan Pertimbangan Ketua DPR.

Selanjutnya entah itu ada hubungannya dengan event yang digelar, berbagai pendapatpun bermunculan sebagaimana diberitakan detiknews.com pada waktu yg bersamaan disebut diatas.

Antara lain pendapat itu adalah :

"Saya melihat peradilan Soeharto sudah terlambat.Kenapa tidak dilakukan pada tahap-tahap awal ketika ia berhenti masa jabatannya, kenapa harus tahun terakhir ketika sudah tua," kata Kepala Pusat Pengamat Politik LIPI Ikrar Nusa Bhakti usai seminar nasional di Hotel Borobudur Jl.Lap Banteng Jakarta Pusat (10/5/2006)

Menurut Ikrar, Suharto sudah tidak mempunyai memori yang kuat sehingga tidak akan menghasilkan data-data yang akurat dalam pengadilan..

Dalam pemberitaan itu, Ikrar mengusulkan agar kasus Soeharto ditutup dengan alasan Soeharto juga pernah memberikan kebaikan bagai bangsa Indonesia terutama dari segi pendidikan dan kesalahan besar Soeharto hanya dalam sistem politik yang otoriter.

Begitu banyak komentar tentang kasus yang diduga melibatkan Soeharto dan bermunculan dari berbagai kalangan.Sepertinya tak ada yang mau ketinggalan memberi komentar tentang masalah hukum yang dihadapi Soeharto, tak peduli itu tidak termasuk dalam bidang keahliannya.Ibarat tukang telor berbicara layaknya tukang tailor, terjadi sudah.Maka wajar apabila masalahnya tak terselesaikan dengan baik dan benar.

Tidak selesainya permasalahan juga tidak terlepas karena ketidak tegasan aparat penegak hukum, dan apabila dipertanyakan lagi, tanya mengapa?

Kemungkinan jawabnya, pemahaman hukum aparat penegak hukum sangat memprihatinkan.

Jika pemahaman hukum aparat penegak hukum (khususnya aparat penegak hukum yang terkait langsung dengan masalah hukum yang dihadapi Soeharto) tidak, maka masalah hukum yang dihadapi Soeharto menurut waktunya sudah lebih dari cukup untuk .

Maka untuk itu, sebaiknya agar pihak-pihak yang tidak kompeten (non displin ilmu hukum) agar menahan diri memberi komentar.Dapat dipahami jika komentar-komentar yang muncul di berbagai media massa mempengaruhi proses hukum dimaksud, terlebih jika komentar itu disampaikan oleh tokoh-tokoh berpengaruh.

Demikian pun kepada massmedia, sebaiknya jangan meminta komentar kepada setiap orang padahal orang itu tidak punya kapasitas secara keilmuan untuk itu.Jangan meminta komentar oleh karena orang tersebut dianggap tokoh semata, terlebih-lebih kemudian mempublikasikan komentar tersebut.

Orang bijak berkata, tanyalah pada ahlinya, serahkan urusan pada ahlinya.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home